ADAB BERBICARA BAGI SEORANG ISTRI
DALAM PANDANGAN ISLAM
BAB
I
PENDAHULUAN
Dalam
kehidupan sehari-hari, tentu saja kita pernah menemukan sepasang suami istri
yang mengalami perseteruan yang salah satu penyebabnya bisa jadi karena tidak
adanya kesiapan mental dan pengetahuan baik salah satu pihak maupun
kedua-duanya dalam hal berbicara, akan tetapi dalam makalah ini saya hanya akan
membahas tentang adab berbicara seorang istri saja. Jadi, pengetahuan seorang
wanita tentang adab ketika bertingkah laku dan berbicara itu sangat diperlukan.
Tidak harus menunggu ketika menikah baru kita memulai untuk belajar, melainkan
dimulai sejak dini, supaya ada persiapan maupun bekal yang akan kita terapkan
pula ketika saatnya mengarungi kehidupan berrumah tangga.
Apabila
para calon ibu rumah tangga sudah terbiasa menanamkan adab berbicara yang
disertai dengan pancaran pribadi nan penuh cinta, lemah lembut dalam
bertutur, insyaallah dapat mengurangi
kemungkinan terjadinya percecokan dalam rumah tangga dan insyaalah suami
senantiasa simpati dan semakin terikat kepada sang istri.
1.2
Rumusan
Masalah
1.
Apa pengertian adab berbicara?
2.
Bagaimanakah adab berbicara dalam
pandangan Islam?
3.
Bagaimanakah adab berbicara seorang
istri dalam membina rumah tangga menurut pandangan islam?
1.3
Tujuan
Penulisan
Adapun tujuan yang ingin
dicapai melalui pemahaman adab berbicara bagi seorang istri dalam membina rumah
tangga yang Islami adalah sebagai berikut:
a. Tujuan Umum
1. Mengetahui
pengertian adab dan berbicara.
2. berbicara Mengetahui bagaimana adab berbicara
dalam pandangan
Islam.
3. Mengetahui
bagaimana adab berbicara seorang istri dalam membina
rumah
tangga menurut pandangan islam.
b. Tujuan Khusus
Berdasarkan tujuan umum di atas,
dapat dijabarkan menjadi beberapa tujuam khusus sebagai berikut:
1.
Mengetahui karakter berbicara seorang istri
yang baik.
2.
Mengetahui kapan seorang istri diperbolehkan
untuk berbohong kepada suami.
3.
Mengetahui adab berbicara seorang istri dalam
menciptakan suasana rumah tenang dan damai.
4.
Mengetahui apakah sikap-sikap istri dalam hal
berbicara yang disukai suami.
5.
Mengetahui adab berbicara dalam mendidik anak.
1.4 Manfaat Penulisan
Adapun
manfaat yang diharapkan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
a. Manfaat Teoretis
Hasil
penulisan makalah ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan informasi
tambahanbagi para pembaca yang ingin mengetahui tentang adab berbicara seorang
istri dalam membina rumah tangga yang islami.
b.
Manfaat Praktis
Penulisan makalah
ini diharapkan dapat menumbuhkan kreativitas penulis untuk membaca dan memahami
tata cara berbicara, khususnya ketika menjadi seorang istri dan membina rumah
tangga yang syar’i. Serta dijadikan bekal untuk direalisasikan dalam kehidupan
berumah tangga nantinya.
BAB
II
KAJIAN
PUSTAKA
1. Islam adalah sebuah ajaran yang sangat tinggi
memberitahu kita bahwa seorang istri bukanlah mahluk sembarangan yang dapat
diperlakukan seenaknya, tapi ia adalah tempat suami memadu kasih, melindungi,
mengayomi, memberikan rasa aman, memperlakukannya bak puteri raja yang elok nan
cantik jelita, dipuja dan dimanja bagai sepasang sejoli yang tidak pernah dapat
dipisahkan. Islam mengajarkan cara untuk berumah tangga yang harmonis, saling
menyayangi, menghargai dan mengasihi. (Ra’d Kamil Musthafa Al Hiyali: 2001)
2. Cinta yang sesungguhnya membutuhkan adanya sikap
ta’at dan kesesuaian antara yang cintai dengan apa yang tidak disukai oleh sang
kekasih. (Hadi Hasan Wasbi: 1999)
3. Perasaan ramah dan lemah lembut adalah merupakan
karunia Allah yang besar kepada hamba-Nya. Sikap tak sabar dan mudah
tersinggung adalah gerak setan. Sikap yang paling dicintai Allah adalah
kesabaran dan kelembutan. (Husyein Hilmi Isyik: 2002)
4. Keluarga bahagia adalah keluarga yang mendapat
keredhaan Allah SWT. Allah SWT redha kepada mereka dan mereka redha kepada Allah
SWT. Firman Allah SWT: “Allah redha
kepada mereka dan mereka redha kepada- Nya, yang demikian itu, bagi
orang yang takut kepada-Nya”. (Surah Al-Baiyyinah : 8).
5.”Communication: the
transmission of information, ideas, emotions, skills, etc. by the uses of
symbol…” , kurang lebih artinya komunikasi
adalah transmisi informasi,
gagasan, emosi,
keterampilan dan sebagainya. Tindakan atau proses
transmisi itulah yang biasanya disebut komunikasi.
Bennard Berelson
dan Gary A. Steinner (1964:527)
BAB
III
PEMBAHASAN
3.1 Pengertian Adab Berbicara
3.1.1
Pengertian adab berbicara secara umum
Sebelum
membahas tentang apa itu adab berbicara dalam ajaran Islam, saya memaparkan
terlebih dahulu tentang apa itu adab dan berbicara menurut kamus besar bahasa
Indonesia.
Menurut kamus besar
bahasa indonesia, adab adalah kehalusan dan kebaikan budi pekerti, kesopanan,
ahlak. Lalu berbicara menurut kamus besar bahasa indonesia adalah berkata,
bercakap, berbahasa.
Dari uraian di atas, dapat kita simpulkan bahwa adab berbicara
adalah budi pekerti atau kesopanan dalam
berkata atau pun bercakap dengan orang lain.
3.1.2
Adab
Berbicara dalam Pandangan Islam
Dalam
ajaran Islam, adab-adab berbicara telah di arahkan sedemikian rupa baik yang
terkandung dalam kitabullah (Al-Qur’an) maupun Al Hadist. Ada pun beberapa ayat
yang di dalamnya terkandung adab berbicara antara lain sebagai berikut:
1.
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لاَ
تَرْفَعُوا أَصْوَاتَكُمْ فَوْقَ صَوْتِ النَّبِيِّ وَلاَ تَجْهَرُوا لَهُ
بِالْقَوْلِ كَجَهْرِ بَعْضِكُمْ لِبَعْضٍ أَنْ تَحْبَطَ أَعْمَالُكُمْ وَأَنْتُمْ
لاَ تَشْعُرُونَ(2)إِنَّ الَّذِينَ يَغُضُّوْنَ أَصْوَاتَهُمْ عِنْدَ رَسُولِ
اللهِ أُولَئِكَ الَّذِينَ امْتَحَنَ اللهُ قُلُوبَهُمْ لِلتَّقْوَى لَهُمْ
مَغْفِرَةٌ وَأَجْرٌ عَظِيمٌ(3)
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu
meninggikan suaramu lebih dari suara
Nabi, dan janganlah kamu berkata kepadanya dengan suara keras sebagaimana
kerasnya (suara) sebahagian kamu terhadap sebahagian yang lain, supaya tidak
hapus (pahala) amalanmu sedangkan kamu tidak menyadari. Sesungguhnya orang-orang
yang merendahkan suaranya di sisi Rasulullah mereka itulah orang-orang yang
telah diuji hati mereka oleh Allah untuk bertakwa. Bagi mereka ampunan dan
pahala yang besar”. (Al-Hujurat: 2-3)
2.
وَاقْصِدْ فِي مَشْيِكَ وَاغْضُضْ
مِنْ صَوْتِكَ إِنَّ أَنْكَرَ اْلأَصْوَاتِ لَصَوْتُ الْحَمِيرِ(19)
Artinya: “Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai”. (Luqman: 19)
3.
قَوْلٌ مَعْرُوفٌ وَمَغْفِرَةٌ خَيْرٌ
مِنْ صَدَقَةٍ يَتْبَعُهَا أَذًى وَاللهُ غَنِيٌّ حَلِيمٌ(263)
Artinya: “Perkataan yang baik dan pemberian ma`af lebih baik dari sedekah yang diiringi dengan sesuatu yang menyakitkan (perasaan sipenerima). Allah Maha Kaya lagi Maha Penyantun”. (al-Baqarah: 263).
3.2 Adab
berbicara seorang istri dalam membina rumah tangga menurut pandangan islam
Selain memiliki naluri keibuan, kemampuan
mengatur dan mengurus suami dan anak-anak dalam mengarungi bahtera rumah
tangganya, seorang istri juga perlu memiliki adab berbicara yang mendapat
keridhaan dari Allah SWT.
3.2.1 Karakter Berbicara Seorang Istri yang Baik.
Seorang
istri yang shalehah tentu saja memiliki adab berbicara yang baik. Memelihara
perilaku tutur yang baik dan syar’i adalah sebuah perangkat yang penting bagi
seorang istri dalam membina rumah tangga.
Di
dalam mengarungi bahtera rumah tangga, etika berbicara itu bisa dikatakan
penting. Apabila nada atau pun tekanan berbicara kita salah, bisa saja
menimbulkan efek kesalah pahaman bahkan menimbulkan rasa tersinggung pada salah
satu partisipan.
Ada beberapa karakter berbicara seorang istri
yang baik yang harus dimiliki, antara lain:
1. Menyambut
suami sepulang dari pekerjaan yang melelahkan itu dengan untaian kata yang menyejukkan.
2.
Menyambut saudara dan teman-teman suami dengan pembicaraan yang ramah dan
dengan senang hati. Ketika saudara maupun teman-teman sang suami bersilaturahmi
ke rumah kita, seorang istri jangan sampai membiarkan sang suami sendirian
melayani dan menemani mereka, sementara istri bersikap tak acuh dan sibuk sendiri.
Istri yang baik, akan menyambut saudara dan kerabat suaminya dengan tutur kata
yang ramah serta melayani dalam arti
menyuguhkan makanan dan minuman. Sikap dan adab tutur istri yang seperti ini
dapat mencegah kebosanan suami.
3.
Tidak membicarakan berbagai masalah atau keluhan secara rinci kepada suami
karena lapar, sakit, dan lain-lain kecuali jika benar-benar terpaksa.
4.
Tidak menceritakan kesulitan-kesulitan rumah tangga kepada tetangga dan
teman-teman atau di tempat umum.
5.
Tidak sekali-kali membicarakan rahasia suami istri dan masalah pribadi lainnya,
baik yang positif maupun negatif.
6.
Tidak membicarakan suami kepada orang lain bahwa ia adalah gudangnya kekurangan,
tidak bertanggung jawab atau tidak menghargai kehidupan rumah tangga.
7.
Mengeluarkan kata-kata pujian atas pemberian suami, agar suami merasa bahwa
kehadirannya dihargai oleh istri. Tidak ada ruginya bagi seorang istri jika
memberikan kata-kata pujian kepada suami, atas pengorbanan dan pemberiannya.
Jangan karena apa yang diberikan oleh suami tidak begitu sesuai dengan apa yang
diinginkan, lalu istri mencemooh dan menolak pemberiannya. Alangkah indahnya
jika istri dapat menerima dan mengucapkan terimakasih serta memuji
pemberiannya.
8.
Tidak Sekali-kali bersikeras bahwa pendapat atau pembicaraan anda lah yang
paling benar. Apapun pendapat dan keputusan suami, selama itu tidak melenceng
dari perintah Allah SWT.,istri harus berbesar hati mengalah dan mau menerima pendapat suami.
9.
Ketika berdiskusi dengan suami, membuat pandangan yang sama, yang saling
mendukung agar sama-sama dapat berpendapat yang benar demi mencapai kebaikan
kehidupan bersama.
3.2.2 Kapan Seorang Istri
Diperbolehkan Untuk Berbohong?
Ada kalanya istri dapat berbicara yang tidak sesuai dengan
yang dirasakannya. Tergantung pada situasi dan kondidsi-kondisi tertentu. Islam
memperbolehkan istri berbohong kepada suami apabila hal itu menyangkut
perasaannya. Ada beberapa poin dalam hal ini, antara lain sebagai berikut:
1. Istri hendaknya menyembunyikan perasaan
bencinya, tidak mengamuk dan tidak menceritakannya kepada orang lain, terutama
kepada suami dan keluarga. Sebaik-baiknya istri akan sangat menjaga perasaan
suaminya, walaupun misalnya ia tidak menyukai suaminya karena suaminya sangat
jarang memberikan hadiah dan sebagainya.
2. Rasulullah SAW menganjurkan para
istri untuk berbohong dengan kata-kata menyangkut perasaannya di depan suami.
Kemudian tidak membicarakan kekurangan suami di hadapannya, supaya suami
simpati kepada istri. Alangkah baiknya jika seorang istri memuji dulu
kelebihan-kelebihan suami di hadapannya dari pada harus menunjuk langsung
kekurangan suami, sebab bisa saja suami merasa sedih atau berkecil hati atas
penilaian istrinya.
3. Diterima dari Ummu Kultsum binti
Uqbas, ia berkata : “Saya tidak mendengar Rasulullah SAW memberikan keringanan
dalam berbohong apapun; kecuali dalam tiga hal, laki-laki yang mengucapkan
perkataan dimaksudkan untuk mendamaikan; laki-laki yang mengucapkan perkataan
ketika berperang; dan laki-laki yang berkata kepada istrinya serta istri yang
berkata kepada suaminya (untuk menjaga keharmonisan rumah tangga).” (H . R .
Muslim)
4. Pandai memuji kemurahan suaminya.
Dengan memuji kebaikan suami, insyaallah dapat menyadarkan hati suami. Misalnya
ketika suami lupa akan kewajibannya untuk memberikan uang belanja pada suatu
saat, istri dapat memuji bahwa ia adalah suami yang selalu mengingat
kewajibannya sebagai kepala keluarga dengan tutur kata yang lembut, maka bisa
saja suami akan ingat dengan sendirinya tanpa memarahi sang istri.
5. Tidak berbicara yang membandingkan
suami dengan suami orang lain. Sebab hal itu dapat menumbuhkan masalah dan
menimbulkan rasa benci suami terhadap istri. Misalnya dalam hal seperti ini,
suami orang lain memiliki penghasilan yang lebih besar dari pada suami kita,
kita jangan sampai membanding-bandingkan suami kita dengan suami orang tersebut
bahwa suami kita tidak mampu mendapatkan penghasilan besar seperti suami orang
itu, melainkan istri haruslah memuji kegigihan dan menyemangati suami agar
semangat suami dalam mencari nafkah yang halal senantiasa meningkat. Coba
bayangkan, bila kita yang berada di posisi suami, kita tentu akan merasa kecewa
dan sedih karena usaha dan pengorbanan kita tidak dihargai oleh istri yang
tercinta.
6. Tidak perlu membicarakan kesalahan
suami secara blak-blakkan. Sebagai manusia biasa seperti kita, sang suami juga
tentu saja tidak luput dari berbagai kesalahan. Apabila istri menemukan
kesalahan yang dilakukan oleh suami misalnya suami terlambat menjemput istri
dari suatu majelis, istri tidak harus memarahi suami karena keterlambatannya,
melainkan bisa dengan cara menanyakan ia dari mana dan membicarakan hal-hal
lainnya dulu tanpa harus menjurus langsung pada kesalahannya.
7. Menuturkan kata-kata yang lembut dan
cerdik kepada suami untuk menyetujui pendapat istri. Bahkan bagi penyelarasan
pendapatnya dalam beberapa hal. Firman Allah SWT: “Dan bantahlah mereka dengan
cara yang lebih baik” (Q.S. An-Nahl: 125). Apabila suami krang setuju dengan
pendapat istri, istri dapat menolak pendapat suami dengan membujuk suami secara
lembut dan memuji-muji bahwa ia adalah suami yang penuh pengertian, baik hati dan sebagainya. Sebab,
jika istri membantah pendapat suami dengan amarah, ditakutkan akan menimbulkan
percecokan bahkan bertengkar dan sebagainya.
3.2.3 Adab berbicara seorang istri
dalam menciptakan suasana rumah tenang dan damai
Ketahuilah wahai para istri bahwa istri
mampu menciptakan rumah menjadi tempat yang tenang dan damai, sebagai tempat
berteduh suami dan anak-anaknya, salah satunya tidak menyambut kedatangan suami
dengan membicarakan setumpuk keluhan
tentang anak-anak maupun kelelahan pekerjaan di rumah. (Sayyid Al- Iraqi:
2007).
Berbicara lemah lembut dalam melayani suami
dan mendidik anak sangat penting bagi peran seorang istri dalam menciptakan
kenyamanan dan kedamaian rumah. Apabila istri tidak dapat menanamkan suara
lemah lembut dalam hal seperti ini, misalnya selalu membentak dan berteriak
ketika mendidik anak, selalu memarahi suami karena terlambat pulang dan sebagainya,
bisa menimbulkan pertikaian dalam rumah tangga, dan suasana rumah tidak tenang
dapat menimbulkan kejenuhan bagi anak maupun suami, sehingga mereka akan merasa
tidak betah berlama-lama di dalam rumah. Tetapi, alangkah indahnya jika istri
senantiasa menerapkan adab berbicara yang dapat menumbuhkan rasa nyaman pada
anak dan suami untuk selalu berada di sisi rumah tangga tersebut.
3.2.4 Sifat-Sifat Istri dalam Hal
Berbicara yang Disukai Suami.
Ada
beberapa sifat istri yang disukai suaminya, dalam hal ini khusus tentang sifat
atau tabiatnya ketika berbicara, antara lain sebagai berikut:
1.
Tidak
pernah membentak apabila membantah suami.
2.
Selalu
berkata jujur, tidak suka berbohong.
3.
Tidak
suka marah dan emosi.
4.
Tidak
suka merendahkan atau mencemo’oh orang lain.
5.
Tidak
pernah segan menanyakan kesalahannya, segera mengakui kesalahan itu serta
menjelaskan sebab-sebabnya,
6.
Tidak
pernah menceritakan segala kekurangan suami akan tetapi selalu berusaha
menceritakan yang baik-baik saja.
7.
Diam
ketika suami hendak berbicara, memberikan kesempatan serta mendengarkannya.
Suami akan merasa bahwa istrinya memperhatikan pembicaraannya.
8.
Tidak
suka menyanjung laki-laki lain dihadapan suami selain menyanjung suaminya,
karena yang demikian itu dapat menimbulkan rasa cemburu dan mengundang masalah,
bahkan suami dapat berpaling dari sitrinya.
9.
Sedikit
berbicara, karena berbicara itu ibarat perak dan diam itu ibarat emas.
10.
Tidak
pernah membuang-buang waktu dengan kegiatan menghasut dan menyumpah orang lain.
11.
Selalu
bermusyawarah dengan suami dalam urusan kecil maupun besar, menanamkan
kepercayaannya serta menghargai pendapat suami.
12.
Selalu
berbicara yang menjaga perasaan suami atau menghindari ucapan yang dapat
menyinggung suami.
13.
Bila
mendapat bingkisan dari suami, istri pandai berterimakasih dan memperlihatkan
rasa genbira yang terdorong oleh rasa cinta kepadanya.
14.
Rajin
menyampaikan pendapat kepada suami.
15.
Rajin
melontarkan kata-kata manis dan berdaya emotif yang khas. Setiap kali kata-kata
itu dilontarkan, ia akan menjadi kunci hati dan perekat cinta suami kepada
istri.
16.
Senantiasa
menghibur waktu senggang suami dengan tingkah atau kata-kata yang menarik.
17.
Tidak
bersikeras ketika berdialog atau berdiskusi bersama suami. Selalu menghindari
perkataan yang dapat menimbulkan perdebatan dan penyampaian pendapat yang
terus-menerus.
18.
Tidak
berteriak-teriak dalam keadaan tertentu.
19.
Tidak
suka memarahi suami karena suami tidak ada di rumah, akan tetapi mengerti
persaannya dengan sabar menunggu karena rindu dan hormat kepadanya.
3.2.5 Adab Berbicara dalam Mendidik
Anak
Selain
menemani dan melayani suaminya, istri masih memiliki peran penting lagi, yaitu
mendidik anak-anaknya. Tentu saja ketika mendidik, diperlukan aspek berbicara.
Hal
ini dapat diperhatikan betapa eloknya kata-kata Nabiyang beliau ucapkan secara
jelas dan terang tanpa terbelit-belit yang kemudian diperhatikan secarah penuh
oleh anak. Beliau awali pembicaraan beliau dengan kata, “Nak!” (Ya Ghulam!).
Hal ini dapat membangkitkan perhatian anak serta membuatnya merasa mendapat
perhatian dari orang lain, sama seperti bila anak muda mendengar panggilan
“Wahai anak muda!”.
Imam
Tirmidzi meriwayatkan dari Anas bahwa ia berkata, “Nabi pernah berkata
kepadaku,, “Wahai anakku sayang, jika engkau mampu berada di waktu pagi dan
petang hari sementara di dalam hatimu tidak terdapat kecurangan (khianat)
kepada seorang pun, maka lakukanlah. Sebab, yang demikian itu adalah bagian
dari sunnahku. Siapa yang menghidupkan sunnahku berarti menghidupkanku, dan
siap yang menghidupkanku maka kelak ia akan bersamaku di dalam surga.”
Di
sini Nabi Muhammad SAW menggunakan ungkapan “Wahai anakku sayang” (ya bunayya). Hal ini dimaksudkan untuk
membangkitkan perasaan anak, menarik perhatiannya serta membangunkan
kesadarannya agar mendengarkan hadist yang disampaikan oleh beliau. Nabi
menyusun secara urut informasi-informasi yang beliau sampaikan agar mudah
dihafalkan oleh si anak. Beliau juga membuat mata rantai dalam berbicara agar
mudah dipahami oleh anak. Di samping itu beliau mengatakannya dalam nuansa
penuh kehangatan dengan kata-kata “wahai anakku sayang”.
Demikianlah
keelokan Rasulullah yang dapat diikuti oleh seorang istri dalam hal mendidik putera-puterinya.
BAB IV
PENUTUP
PENUTUP
4.1. Simpulan
Dari
beberapa uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa, kelembutan, kesantunan, serta
kepandaian istri dalam menyesuaikan pembicaraan serta memilih dan memilah
kata-kata dengan situasi dan kondisi yang dialami suami maupun anaknya. Menerapkan
perilaku dan tutur kata yang syar’i dan berbicara dengan penuh cinta agar suami
dan anak senantiasa rindu dan betah berada di dalam rumah, serta mendidik
anak-anak berbicara seperti apa yang dilakukan oleh Rasulullah SAW terhadap
anak-anak beliau. Seperti itulah adab berbicara
seorang istri dalam pandangan Islam.
4.2 Saran dan Harapan
Bagi para wanita muslimah, marilah kita
sama-sama mempersiapkan dan menerapkan
hal-hal yang telah diuraikan di atas dalam kehidupan kita. Bagi
saudari-saudariku yang sedang menempuh kehidupan
rumah tangga, semoga makalah ini dapat
bermanfaat, dan bagi saudariku yang belum mendapat gelar seorang istri, mari
kita sama-sama mempersiapkan peran kita dalam hal menanamkan dan
memelihara sopan santun dan menjadi
pribadi yang penuh cinta.
DAFTAR PUSTAKA
Al
Hiyali, Ra’d Kamil Musthafa.2001. Az-Zuwaaj
Al Islami As-Said, Al Jumhuriah: Mosul-Irak.
Al-Iraqi,
Sayyid.2007. 1000 Kunci Kebahagiaan,
Bandung: Pustaka Setia.
Anonim.
2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi
ketiga. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Anonim.
2009. Al-Qur’an dan Terjemahannya.
Bandung: Sygma Exsamedia Arkanleema
Isyik,
Husyein Hilmi.2002. Sosok Muslim dalam
Pandangan Islam, Putra Pelajar: Surabaya.
Ruvandi.2005.
Seni Berkeluarga Islami, Yogyakarta:
Bina Media.
Sadikin,
Muhammad. 2010. Ejaan Bahasa Indonesia
Yang Disempurnakan, Bekasi: Laskar Aksara.
Suwaid, Muhammad. Tips
Mendidik Anak Ala Nabi, Solo: Pustaka Arafah.
Syammakh,
Amir. 2008. Washiyyatun fi Mahabbatin
an-Nas wa Kasbi Waddihim, Insan Kamil: Gonilan.
Ustad
Labib, Mz dan Dra. Muflihah. 2004. Fiqih
Wanita Muslimah. Surabaya: Tiga Dua.
Wasbi,
Hadi Hasan.1999. Di bawah Naungan Cinta,
Pustaka Azzam: Jakarta.
0 komentar:
Posting Komentar